Identifikasi Konflik Kawasan Taman Buru di Desa Ko’mara

TLKM.or.id –  Tim Layanan Kehutanan Masyarakat (TLKM) bersama staf Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) melakukan kunjungan kerja pada tiga desa di Kecamatan Polongbangkeng Utara (Takalar) dan Kecamatan Bangkala Barat (Jeneponto) pada hari Senin (13/11). Kunjungan ini dimaksudkan untuk menjalin komunikasi dan mengidentifikasi konflik kawasan Taman Buru sekaligus menindaklanjuti nota kesepahaman (MoU) kolaborasi pengelolaan Taman Buru yang memuat program-program yang nantinya akan dilaksanakan.

Dalam kunjungan tersebut pemerintah desa dan beberapa masyarakat diberikan kesempatan untuk memberikan saran terkait kebutuhan dalam kolaborasi pengelolaan kawasan Taman Buru. Perwakilan dari Desa Ko’mara sendiri memberikan saran yaitu perlu adanya sosialisasi terkait konsep pengelolaan kawasan yang sifatnya rutin sehingga perlahan pengetahuan masyarakat terkait pengelolaan kawasan dapat ditingkatkan. Sementara perwakilan dari Desa Cakura memberi saran yaitu perlu adanya keterlibatan seluruh stakeholder dalam hal ini Pemerintah Daerah, tentara maupun polisi agar pengelolaan nantinya memiliki landasan dan dukungan yang kuat. Sedangkan perwakilan Desa Barana memberikan saran yaitu perlu adanya suatu bentuk pengelolaan yang mampu meningkatkan penghasilan masyarakat desa.

Pihak BBKSDA juga menyampaikan tanggapannya yaitu nantinya dalam pengelolaan kawasan Taman Buru ada beberapa syarat yang harus terpenuhi dahulu dan salah satunya adalah analisis status kawasan berupa AMDAL dan sebagainya. Sehingga diperlukan kerjasama yang apik antar seluruh pihak baik BBKSDA, masyarakat, Pemerintah Daerah dan stakeholder lainnya agar pengelolaan kawasan Taman Buru nantinya sesuai dengan apa yang dicita-citakan bersama.

Sebelum melakukan kunjungan kerja tersebut, BBKSDA telah mengadakan workshop intensifikasi pengelolaan Taman Buru Ko’mara melalui pelibatan masyarakat pada tanggal 27-28 Oktober 2017 dan pada akhir sesi acara juga telah ditandatangani kesepakatan bersama dengan pihak pemerintah desa terkait kolaborasi pengelolaan Taman Buru.

Hadirnya nota kesepahaman tersebut bukan tanpa alasan. Sejak tahun 2002 di Desa Ko’mara dan Desa Cakura, Kec. Polongbangkeng Utara, Takalar, terjadi konflik atas hak kepemilikan lahan seiring penetapan status sebagai hutan negara. Penetapan status kawasan hutan negara tersebut diindikasikan oleh masyarakat sebagai hal yang tidak wajar dan dihubungkan dengan kondisi perpolitikan karena kepala desa pada masa tersebut membuat SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) yang sebelumnya tak pernah dilakukan. Hal ini berakibat secara tidak langsung membuat masyarakat kurang mendapatkan keuntungan dalam mengelola lahannya. Selain dua desa tersebut, Desa Barana yang juga terkena dampak klaim hutan negara tidak mempersoalkan hal tersebut karena masyarakatnya sudah paham akan kawasan hutan negara yang tidak boleh untuk dirambah apalagi diklaim.

Sebenarnya ketiga desa tersebut merupakan desa yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Buru yang statusnya dilindungi berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi.  Namun, keterbatasan pengetahuan masyarakat di Desa Ko’mara mengenai status lahan mengakibatkan adanya kontra yang berdampak langsung terhadap kawasan lahan hutan negara yang digunakan sebagai tempat tinggal oleh beberapa keluarga dan telah dibangun rumah semi-permanen karena mereka menganggap bahwa tanah tersebut adalah tanah milik nenek moyang mereka. Sedangkan di Desa Cakura yang juga memiliki konflik hampir sama dengan desa ko’mara yakni masyarakat juga klaim hak atas kepemilikan lahan. Dari beberapa pertimbangan desa cakura adalah desa yang terpilih untuk dibangun Gerbang/Gapura masuk area Kawasan. Awalnya, masyarakat tidak setuju karena mereka menganggap tanah mereka akan diambil alih oleh negara sehingga terjadi kontra, tetapi seiring pemberitahuan dan mediasi dari pihak kehutanan maupun pemerintah desa akhirnya masyarakat telah setuju dan statusnya sementara dalam pembangunan.

SHARE POST