TLKM.or.id – Berawal dari permasalahan klasik yang terjadi dikehutanan khusunya konflik tenure yang terjadi di desa ini. Terlebih lagi di tambah dengan adanya kejadian longsor di areal Hutan yang masuk dalam wilayah administrasi desa kompang pada tahun juni 2008 yang berimbas sampai ke kota sinjai bahkan ke Kab.Bulukumba. Merupakan hal yang cukup menarik dan urgen untuk ditelusuri oleh teman-teman TLKM. Pada Hari Sabtu 4 Februari saya bersama FKKM (Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat) kami mencoba untuk melakukan need assement sehubungan hal tersebut. Hal yang sangat kompleks dapat dilihat disini, sebagian Masyarakat membutuhkan hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari , dan sebagian lagi sangat kontra pada aktifitas di dalam kawasan hutan karena di bayang-banyangi tarauma terhadap benca longsor yang terjadi beberapa tahun lalu.
Hal ini menyebabkan saya dan kawan-kawan berpikir lebih keras lagi. Awalnya kami berharap PP.3/2008 tentang Skim PHBM (Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat) dapat menjawab permasalahan konflik tenure yang terjadi didesa tersebut. Tetapi juga diharapkan konsep tersebut juga nantinya dapat menjawab “pengelolaan hutan yang dapat membantu mereduksi bencana alam seperti Longsor, Apa kah ini dapat Terjadii?”. Harapan – harapan kecil pun datang menghampiri kami untuk menyelesaikan dua permasalahan sekaligus yaitu konflik tenure dan mereduksi bencana longsor. Terlepas dari permasalah teknis hal ini mungkin saja bisa terwujud asalakan system dapat kami bangun bersama dan komitmen semua stakeholder dalam menanggapi hal tersebut.
Ini juga bisa nantinya menjadi bahan pelajaran untuk setiap stakeholder, bahwa apakah mungkin konsep PHBM kedepan akan lebih baik dalam pengelolaan hutan khususnya sekaligus dapat menjawab dan merudksi bencana alam ataukah sebaliknya.
Pada Hari Minggu 5 Februari, saya baru melihat kegiatan yang membuat kami tersenyum lebar dan membakar semangat. Bahwa siswa smp di desa ini ditemani oleh guru, kelompok tani dan kepala desa dengan ini siatif mereka sendiri melakukan penyulaman di hutan Lindung, tidak sampai disini saja bahwa siswa pun membawa tally sheet untuk mengidentifikasi jenis untuk mencipatakan kepedulian terhadap hutan. Hal yang sangat menganggumkan bahwa masyarakat tersebut sadar akan pentingnya menjaga hutan. “Berawal dari Penglaman dan Bekerja untuk Keselamatan” mungkin ini lah kata yang tepat saya ungkapkan untuk mengapresiasi mereka, secara tidak sadar masyarakat desa ini juga telah menerapkan konsep “Green Scholling”. Hal ini juga tidak lepas dari peran LSM Payo-Payo yang sudah ada sejak becana longsor terjadi.
“sekarang saatnya kami menjaga Hutan tetapi 5-10 tahun kedepan Hutanlah yang akan menjaga kami” kata Pak Asikin Ketua kelompok tani di sela-sela perjalan saya ke hutan lindung bersama kurang lebih 100 orang siswa smp ditemani dengan guru dan kepala desa.
“sebuah catatan kecil dari perjalanan ke Desa Kompang Kab.Sinjai”