Banjir dan Longsor Ancam Tana Toraja

TLKM.or.id – Kabupaten Tana Toraja bukanlah daerah yang asing terdengar namanya bagi masyarakat di Propinsi Sulawesi Selatan. Tana Toraja terkenal dengan beberapa destinasi wisata yang sudah terkenal, kearifan lokal dan budaya yang khas di daerah tersebut menjadi daya tarik bagi segelintir wisatawan domestik maupun mancanegara.

Kekayaan yang dimiliki Kabupaten Tana Toraja, ternyata tidak hanya keindahan wisata saja namun juga menyimpan kekhawatiran bencana alam seperti, tanah longsor dan banjir yang sering terjadi. Secara geografis sebagian besar wilayahnya terletak pada dataran tinggi dan juga termasuk pada kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Saddang yang merupakan salah satu DAS terbesar kedua yang ada di Sulawesi Selatan.

Berdasarkan hasil survey lapangan yang dilakukan oleh Tim Layanan Kehutanan Masyarakat (TLKM) bertujuan menggali informasi terkait kondisi sosio-ekologis daerah rawan bencana di Kelurahan Ariang, Kelurahan Bombongan, dan Kelurahan Kamali Pentalluan. Ketiga daerah tersebut ditemukan beberapa faktor yang menjadikan tanah longsor dan banjir berpotensi besar terjadi. Beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya bencana alam yakni, curah hujan, penyempitan, pendangkalan sungai, dan penggundulan pada kawasan hutan.

Selain itu, menurut Ibu Hasriani yang sudah tinggal sekitar 40 tahun di Kelurahan Bombongan ini mengatakan di sepanjang pinggiran sungai ini sudah tidak ada vegetasi yang tumbuh. Hal ini disebabkan karena pembangunan rumah-rumah warga yang tepat berada di pinggir sungai. Ia juga menjelaskan bahwa peristiwa banjir pada tahun 2009 silam menenggelamkan 64 unit rumah di wilayah tersebut dan puluhan ekor ternak seperti, kerbau, babi, dan ayam milik warga ikut hanyut saat air sungai Saddang meluap.

Senada dengan Ibu Hasriani, Chandra Sosang, S.Sos selaku Lurah Ariang mengatakan bencana ini merupakan hasil perbuatan masyarakat sendiri. Hal yang ia sampaikan saat melakukan evaluasi di hadapan Bupati Tana Toraja yang kala itu juga turun ke lokasi bencana. Menurutnya, masyarakat melakukan penebangan pohon secara berlebihan dan membabat habis beberapa pohon yang ada di kawasan.

Harapan kedepannya, program-program dari pemerintah terkait dapat dilakukan di daerah-daerah tersebut. Selain itu, hadirnya lembaga pemberdayaan masyarakat (LSM) lokal juga diharapkan mampu memberikan andil dan kerjasama dengan TLKM dalam peningkatan kapasitas masyarakat untuk menjaga ke berlangsungan ekosistem yang ada dan akan menjadi solusi dalam pencegahan bencana tanah longsor maupun banjir yang terjadi di daerah tersebut.

SHARE POST